Tapi saya jadi berfikir tentang kebijakan impor. Bagaimana sebenarnya mekanisme buka tutup impor? Saya yakin para menteri terkait, perdagangan dan pertanian, telah melakukan analisis terlebih dahulu sebelum menutup suplai barang impor. Kalau sudah dianalisis, tentu resiko seperti lonjakan harga, turunnya harga, langkanya barang, dan lain-lain, sudah dapat diprediksi sebelumnya dan tentu sudah dipersiapkan solusinya. Tapi mengapa bisa terjadi, harga bawang putih melejit karena suplai lokal belum mencukupi, sedangkan impor bawang putih sudah kadung dikurangi atau bahkan di tutup. Atau jangan-jangan memang tanpa analisis, asal tutup begitu saja, lha kalau begini yang sengsara kan rakyat sendiri.
Kita di Indonesia ini mempunyai tanah luas seluas-luasnya, dari Sabang sampai Merauke. Tapi tidak banyak petani yang menanam bawang putih sehingga kita selalu tergantung dengan stok impor. Pak menteri pertanian Suswono menerangkan bahwa selama ini impor bawang putih yang dilakukan Indonesia cukup besar. Setiap tahun Indonesia masih mengimpor 80% bawang putih karena stok lokal yang masih kurang (detikfinance, 25/02/2013).
Itu artinya memang belum ada atau kurangnya pendidikan, penggalakan kepada petani untuk menanam bawang putih, sehingga kita tidak bisa mensuplai sendiri kebutuhan bawang putih. Kalau begitu, Indonesia memang belum siap untuk mensuplai sendiri, dan harus ada langkah-langkah tepat agar masalah lonjakan harga bawang putih ini tidak terjadi lagi.
Sebenarnya, logika sederhana saya yang bukan orang ekonomi, untuk memberikan kondisi stabil suplai pada kebutuhan bawang putih nasional harus dimulai dari pertanian dahulu.
- Ada penggalaan dan sosialisasi mengenai kebutuhan bawang setiap tahunnya di Indonesia kepada petani, sehingga petani dapat kepastian bahwa kalau menanam bawang akan mudah laku dan mendapat harga tinggi.
- Pelatihan penanaman bawang kepada petani, sehingga petani dapat menanam bawang putih kualitas ekspor. Termasuk juga memberikan suplai bibit bawang putih yang bagus kepada petani.
- Dibuatkan kantong-kantong pengepul bawang putih, sehingga hasil panen tidak terlebih dahulu dibeli oleh tengkulak dengan harga murah.
Setelah misi penanaman dan pertanian bawang putih ini mulai marak dan diminati petani, baru maju ke kebijakan perdagangan.
- Suplai bawang putih dianalisis, seberapa besar memasok kebutuhan lokal.
- Impor bawang putih mulai dikurangi, untuk memberi kesempatan kepada petani lokal mensuplai bawang putih lebih besar lagi
- Baru impor bawang putih bisa di stop, bila kebutuhan bawang putih lokal sudah bisa dipenuhi oleh produksi dalam negeri sendiri. Inilah yang saya sebut sebagai swasembada bawang putih.
Bagaimana? Sederhana bukan? He he he, maaf bapak menteri tidak mengajari kok, ini cuma ulasan sederhana dari rakyat yang membeli bawang putih di pasar dan kaget setengah mati karena harganya jadi dua kali lipat. Cheer.
Ternyata eh ternyata, tidak sesederhana pemikiran di atas. Kita masih berhadapan dengan berbagai mekanisme yang ruwet. Inginnya kita kan, kalau kita sudah bisa mensuplai kebutuhan sendiri, kita tidak perlu lagi mengimpor kebutuhan dari luar negeri. Dan ternyata hal ini tidak mudah. Ada organisasi dagang dunia yang disebut dengan WTO, organisasi inilah yang mengatur bagaimana kebijakan dan mekanisme dagang di seluruh dunia, mengenai impor dan ekspor.
Masih ingat dengan usaha pemerintah menyetop impor buah dan daging sapi? Ternyata keinginan itu tidak bisa berjalan mulus karena ada protes dari negara pengekspor. Amerika memprotes Indonesia ke WTO karena menutup akses ekspor buah-buahan ke Indonesia. Begitu juga dengan daging sapi, karena kita tidak membuka secara luas pintu impor, Amerika juga memprotes meski belum melayangkannya ke WTO.
Terus bagaimana baiknya? Ini juga pertanyaan yang sulit, apalagi muncul dari saya sendiri dan harus saya jawab sendiri, he he he. Kalau menurut saya, kita mau tidak mau memang harus siap bersaing dengan para pedagang di seluruh dunia. Meski kita sudah bisa mensuplai sendiri namun harganya kalah murah bila dibanding ekspor ya tentu saja konsumen masih lebih memilih dari impor.
Bayangkan saja, petani kita, paman, pakde, tetangga, saya sendiri, berternak sapi dengan;
1) kandang yang hanya cukup tidak lebih dari empat ekor,
2) tidak punya persediaan rumput yang bisa diambil kapan saja,
3) sapi yang diternak adalah sapi yang lambat tumbuhnya,
4) berat badannya hanya naik 1 kg per hari.
Berbeda dengan para peternak sapi di Australia yang punya;
1) kandang selapangan dan tanah rumput selapangan,
2) mereka juga memilih sapi unggul dengan perubahan berat badan tiap harinya 2kg,
3) mereka bisa memproduksi lebih banyak,
4) kalau di ekspor bisa lebih murah.
Itulah mengapa daging impor, buah impor, dan macam-macam impor itu lebih murah. Karena kita masih kalah bersaing dengan petani dan peternak di negara lain. Kita bisa swasembada beras, buah, bawang putih, daging sapi, dan lain-lain ketika kita sudah bisa bersaing harga dengan petani dan pedagang internasional. Selama kita belum bisa bersaing, konsumen tentu memilih barang yang harganya lebih murah, termasuk harga bawang putih yang melejit hari ini. Ya, inilah hasil refleksi dari kegiatan pagi hari tadi ketika mengantar istri ke pasar. Refleksi dari pertanyaan mengapa harga bawang putih naik melejit hari ini. Sekian seharing ane moga nambah wawasan kita semua. Amin
0 komentar:
Posting Komentar
Jangan sungkan-sungkan kasih komentar ya ...
Mari kita berdiskusi dan menuangkan ide dengan sopan dan bebas.